Musik Sebagai Bahan Menulis

Musik sebagai bahan menulis
Musik Sebagai Bahan Menulis | © dublab.de

Sering kali kita mendengarkan musik. Apakah kita tahu definisi musik? Berdasarkan KBBI musik adalah nada atau suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan (terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu).

Apakah pendefinisian musik hanya sebatas itu saja? Pada perkembangannya definisi musik berkembang semakin kompleks. Dalam kelas pertama penulisan musik di Jendela Ide Sabuga, Syarif Maulana sebagai pemateri memaparkan lebih lanjut apa itu definisi musik. Sebab kita harus terlebih dahulu sepakat dengan definisi musik. Sebelum melangkah lebih jauh ke penulisan musik.

Awal abad ke-20, komposer Amerika Serikat bernama John Cage menyebutkan bahwa segala bunyi pada dasarnya bisa jadi musik. Jika mengacu pada pernyataan John Cage, maka deru knalpot bisa saja musik, suara kentongan bisa jadi musik, langkah kaki saja bisa jadi musik, bahkan karya John Cage berjudul 4’33”, diam saja bisa jadi musik.

Jadi apakah definisi musik itu? Apakah suara gemercik air bisa dikatakan musik? Jika menganut mazhab Cage maka gemercik air termasuk musik. Berbeda dengan Cage, Edgard Varese mencoba mencari jalan tengah dengan mengatakan musik adalah “bunyi yang diorganisasikan”. Itu artinya Varese memisahkan “bunyi yang diorganisasikan” dengan “bunyi yang tidak diorganisasikan”.

Lantas apa bunyi yang diorganisasikan? Bukankah gemercik air pun diorganisasikan oleh alam? Untuk lebih gampang dipahami, kita analogikan saja. Seorang violinis memainkan violin dengan membaca not-not balok. Si violinis jelas dengan secara sadar memainkan violin hingga menghasilkan bunyi. Ini bisa dikatakan sebuah bunyi yang diorganisasikan. Kemudian seorang satpam yang meronda memukul tiang listrik. Kolaborasi Ia dan tiang listrik jelas menghasilkan bunyi. Tapi bunyi tersebut diciptakan tanpa diorganisasikan. Dan yang lebih penting si satpam secara tidak sadar atau tak bermaksud menciptakan bunyi untuk tujuan selain musik. Bisa dikatakan dalam teori Egdard Vage seseorang harus secara sadar menghasilkan bunyi tersebut dan dimaksudnya untuk menjadi musik.

Lain orang lain juga definisinya. Luciano Berio, tak ambil pusing. Dia beranggapan semua harus dikembalikan kepada pendengar. Katanya: musik adalah apapun yang kamu ingin didengarkan sebagai musik. Jadi jika seorang pendengar mengganggap bunyi dari tiang listrik sebagai musik. Maka itu termasuk musik. Simple bukan?

Musik terus berkembang, bahkan hadir musik konkret. Musik konkret ialah suatu kebebasan dalam mengelola bunyi-bunyian. Saya kira mereka bagian jamaah dari Luciano Berio. Terlebih di era sekarang, musik bisa diciptakan hanya dengan satu laptop untuk berbagai bunyi.

Demikian sulitnya kita untuk mendefiniskan musik. Alasan itulah yang memunculkan penulis-penulis musik. Penulis musik membawa tugas mulia untuk menjembatani pemusik dengan pendengar musik. Lewat teks diharapkan si pendengar dapat memahami konteks lebih baik. Adapun penulisan musik dibagi sebagai berikut:

Penulisan Musikologi

Penulisan musikologi memerlukan pemahaman musik yang cukup jero. Kemampuan dalam bidang terminologi dan disiplin ilmu musik menjadi bekal utama. Penulisan musikologi bisa berangkat dari diri sendiri. Misal bagaimana perubahan akor dalam lagu Bookends-Simon and Garfunkel terhadap psikologis pendengar. Penulisan musikologi juga bisa mengangkat aspek sosial budaya seperti buku Dangdut  Stories yang ditulis Andrew Weintraub. Jika kita sempitkan lagi. Maka kata kunci penulisan musikologi akan berpusat pada riset. Jika disertakan riset mendalam, maka tulisan tersebut bisa dikatakan masuk dalam kategori penulisan musikologi.

Penulisan Kritis

Penulisan kritis mengaitkan musik dengan aspek-aspek di sekitarnya, seperti sosial budaya, sosial politik dan hal lainnya. Misalnya, bagaimana musik metal mempengaruhi gaya busana anak muda Bandung, pengaruh sosial media pada perkembangan karir musisi. Dalam penulisan kritis, penulis memposisikan diri diluar musik, hingga dapat memandang fenomena lebih luas. Posisi seperti ini, memudahkan penulis untuk mengaitkan musik ke aspek lainnya.

Penulisan Kuratorial

Istilah kuratorial lebih familiar di museum. Tugas dari kurator (sebutan untuk seseorang yang bekerja sebagai kuratorial) adalah mengkurasi objek mana saja yang akan ditampilkan dalam display museum. Pemilihan suatu karya harus dibertanggungjawabkan dalam teks. Latar belakang dan alasan apa saja yang membuat suatu objek layak ditampilkan. Begitu juga dalam penulisan kuratorial musik. Penulis harus mempertanggungjawabkan alasan memilih suatu karya musik kepada publik. Penulisan kuratorial di Indonesia masih jarang dan belum umum. Padahal ini penting. Terutama untuk mengkurasi suatu karya musik yang beredar di pasaran, sehingga masyrakat mendapatkan musik yang berkualitas.

Penulisan Jurnalisme

Penulisan model ini rasanya lebih mudah dijumpai. Dalam majalah musik sering kali kita membaca liputan konser musik, wawancara artis dan sebagainya. Terkadang penulisan musik bersifat feature sehingga tetap relevan kapan pun. Namun penulisan seperti ini menjadi sulit dibedakan dengan penulisan kritis.

Dalam kelas kali ini kami dipaparkan suatu karya musik, yakni lagu terbaru Young Lex berjudul “Makan Bang”. Kenapa musik ini bisa memiliki viewers yang tinggi dibanding musik klasik. Apa musiknya berkualitas? Apa karena sosok Young Lex dan Awkarin,

Dalam menilai suatu karya musik diperlukan sebuah objektifitas. Dalam kasus Young Lex sering kali kita terlena dalam stigma negatif dan menggeneralisir karya mereka butut. Padahal jika dilihat karya mereka itu “berani”. Berani mengeluarkan komposisi musik yang sesuai keinginan mereka, tanpa melihat pasar atau industri. Bisa dikatakan mereka jujur dalam bermusik.

Meminjam pernyataan filsuf klasik Tiongkok, Confusius, “Music produces a kind of pleasure which human nature cannot do without”. Maka tak heran musik bisa membuat hati kita seketika bahagia. Dalam melihat musik ada dua pandangan: musik sebagai karya seni, musik sebagai industri. Mungkin ini jawaban juga kenapa musik klasik selalu minim penonton. Sebab kualitas musik klasik sebagai suatu seni tak pernah diturunkan menuruti pasar atau keinginan si pendengar musik.

6 thoughts on “Musik Sebagai Bahan Menulis

  1. Sama seperti musik dangdut lebih populer dibandingkan musik klasik, tulisan analisa musik pasti juga kalah bersaing dengan gosip artis pemusik atau penyanyi.

    Like

  2. Sedap vro, bahasa tulisanmu keren banget lah, melalui blog saya coba mengenalkan ke halayak betapa indahnya musik yang tak mereka minati, atau sekedar tak mereka kenali mungkin!?.

    Like

Leave a comment